SEJARAH PERJUANGAN
NUSANTARA
I. PENDAHULUAN
Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan bangsa
Indonesia. Justru bangsa Indonesia harus waspada terhadap dua musuh sekaligus.
Seperti yang telah diketahui bahwa setelah menyerah kepada sekutu pada tanggal
15 Agusutus 1945, Jepang diwajibkan menjaga dan mempertahankan status quo
wilayah Indonesia sampai sekutu datang di Indonesia. Sementara, sebagai pihak
yang memenangkan peperangan, sekutu merasa berhak menerima wilayah Indonesia
dari tangan Jepang. Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia unutk
mewaspadai dua hal. Pertama, menghadapi Jepang yang harus menjaga status quo
Indonesia sampai datangnya tentara sekutu. Kedua, mengahadapi kedatangan tentara
sekutu yang bermaksud membebaskan tawanan perang dan sekaligus mengambil alih
wilayah Indonesia dari tangan Jepang.
Peristiwa-peristiwa perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan
kedaulatan rakyat Indonesia juga terdapat di Museum Ronggowaristo, Semarang.
Perjuangan-perjuangan tersebut tergambarkan dalam beberapa miniatur-miniatur
patung. Sedikit banyak gambaran-gambaran tersebut dapat membawa kita
berpetualang di masa lalu dan seolah-olah kita benar-benar ikut dalam
perisitiwa-peristiwa tersebut. Di Museum Ronggowarsito juga terdapat beberapa
foto monumen-monumen bersejarah di Indonesia, terutama di Jawa Tengah yang
didirikan untuk mengenang sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kedaulatan bangsa.
Berdasarkan studi lapangan ke Museum Ronggowarsito pada hari Jum’at,
tanggal 31 Mei 2013, kami menyusun laporan ini sebagai bahan untuk sedikit
mengetahui apa yang ada di Museum Ronggowarsito yang berkaitan dengan “Sejarah
Perjuangan Nusantara”. Semoga laporan ini dapat membawa kita berkelana ke masa
lalu untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan
kedaulatan bangsa.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa saja bentuk-bentuk perjuangan bersenjata di
Indonesia?
B. Apa saja bentuk-bentuk
perundingan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia?
C. Apa saja monumen-monumen yang didirikan untuk mengenang sejarah perjuangan rakyat Indonesia?
III. PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Perjuangan Bersenjata
1.
Pertempuran Ambarawa, Tepatnya di Palagan Ambarawa Semarang
Pasukan sekutu mendarat di
Semarang pada tanggal 20 oktober 1945 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal
Bethel. Kedatangan mereka bertujuan untuk mengurus para tawanan dan melucuti
tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah. Mereka juga berjanji tidak mengganggu
kedaulatan RI.
Pada awalnya kedatangan
pasukan sekutu tersebut disambut dengan baik oleh rakyat Indonesia. Tetapi te
nyata NICA memboncengi sekutu dan memboncengi sekutu dan bermaksud mengambil
alih beberapa kota di Jawa Tengah, seperti Semarang, Ambarawa, Magelang. Hal
ini yang memicu meletusnya pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
menghadapi perlawanan tentara sekutu pada tanggal 26 Oktober 1945.
Pertempuran Ambarawa
berlangsung dari tanggal 20 November 1945 sampai dengan tanggal 15 Desember
1945. Mayor Soemarto memimpin pasukan TKR menghadapi gempuran pasukan sekutu.
Pada tanggal 22 November 1945 pasukan sekutu mengebom kampung-kampung di
sekitar Ambarawa. Dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 26 November 1945,
letnal Kolonel Isdiman, pimpinan TKR yang berasal dari Purwokerto gugur. Sejak
saat itulah Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto, mengambil alih
pimpinan pasukan. Di bawah pimpinan Kolonel Soedirman, pada tanggal 15 Desember
1945, pasukan kita berhasil memukul mundur pasukan sekutu hingga ke Semarang.
Sejak saat itulah nama
Kolonel Soedirman semakin terkenal. Keberhailannya memukul mundur pasukan
sekutu membuktikan bahwa TKR memiliki siasat tempur yang hebat. Untuk
memperingati pertempuran Ambarawa tersebut, setiap tanggal 15 Desember
diperingati sebagai Hari Infanteri. Selain itu di kota Ambarawa didirikan
monumen yang diberi nama Palagan Ambarawa.
2.
Pertempuran Lima Hari di Semarang pada tanggal 14-19 Oktober 1945.
Pada tanggal 14-19 oktober 1945 di
Semarang pecah pertempuran antara para
pemuda Semarang dengan tentara Jepang. Pertempuran ini berlangsung selama lima
hari sehingga terkenal sebagai peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Peristiwa ini bermula dari tersiarnya kabar
bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi Semarang. Dokter
Kariadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri
untuk memeriksa air minum tersebut. Akan tetepi, ketika dr. Kariadi sedang
melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya
sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat para Pemuda Semarang marah sehingga
mereka serempak menyerbu tentara Jepang. Dalam pertempuran ini kurang lebih
2000 pemuda kita gugur sebagai kusuma bangsa, sementara di pihak Jepang 100
serdadu tewas.[1][1]
3. Jenderal Soedirman bergerilya, pada tanggal 19 Desember 1948 - 10 Juli 1949
Perang Geriliya
merupakan bentuk peperangan yang tidak terikat secara resmi kepada ketentuan
perang. Ciri-ciri perang Geriliya yang pernah dilakukan oleh bangsa Indonesia, antara
lain :
a. Menghindari
perang terbuka
b. Menghantam
musuh secara tiba-tiba
c. Menghilang
ditengah lebatnya hutan
d. Kadang
dilakukan pada malam hari
e. Menyamar
sebagai rakyat biasa
Peraang gerilya yang dilakukan antara lain :
a. Perang gerilya
menghadapi agresi militer Belanda I
Dengan sistem perang
gerilya, TNI membangun kubu-kubu pertahanan di kawasan luar kota dan
pegunungan. Masing-masing kubu pertahanan memiliki pemerintahan gerilya yang
totaldan dinamis. tujuannya adalahmenghambatgerak laju musuh, sekaligus dapat
mengadakan pengungsian dan bumi hangus total apabila musuh terus mendesak.
Sistem perang
gerilya juga dipertajam dengan mengadakan strategi penyusupan kegaris belakang
musuh. Setelah menyusup, TNI akan membentuk kubu pertahanan diwilayah musuh.
Akibatnya medang perang gerilya akan menjadi semakin luas. Untuk penyusupan ini
TNI memerintahkan Divisi Siliwangi untuk melakukan “Long March” ke Jawa Barat.
b. Perang gerilya menghadapi agresi
militer Belanda II
Sistem gerilya
kembali di terapkan saat Belanda melancarkan
agresi militer II. Ketika
presiden, wapres dan beberapa pembesar RI lainnya ditawan Belanda , Panglima
Besar Jendral Sudirman masih terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan
cara Gerilya. Tentara dan rakyat bekerja sama demi perjuangan nasional.
Gerilyawan menggunakan taktik bumi hangus dengan cara membakar dan
menghancurkan bangunan penting guna menghalangi pasukan Belanda. Saat itu
daerah dalam kota di kuasai Belanda, sedangkan daerah luar kota dikuasai oleh
Gerilyawan.
c. Perang gerilya
pada saat serangan umum 1 Maret 1949
Puncak serangan
gerilya kita adalah serangan umum atas kota Yogayakarta yang waktu iti di
duduki Belanda. Dalam serangan yang di lancarkan pada tanggal 1 Maret 1949
pasukan kita berhasil memporak porandakan kekuatan Belanda. Yogyakarta dapat
kita rebut dan kita duduki selama enam jam. Hasil serangan atas kota Yogyakarta
disiarkan ke luar negeri melalui radio
gerliya di Wonosari
Serangan umum 1
maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/wehr kreise 111 Yogyakarta
dibawah pimpinan Letkol Soeharto. Keberhasilan serangan umum ini amat
ditentukan oleh peran Sri Sultan Hamengku Buwono 1X yang memungkinkan kesatuan
TNI menyusup kedalam kota Yogyakarta.
Serangan umum 1
Maret 1949 mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar, antara lain:
1) Berhasil
memuliahkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah RI dan TNI .
2) Mempertebal
semangat pasukan TNI lainnya yag sedang bergerilya.
3) Memberi
kekuatan bagi perjuangan yang ditempuh pemerintah melalui diplomasi.
4) Menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa TNI
masih utuh dan kuat.
4.
G 30 S/PKI
Pemerintah
Indonesia melakukan upaya penumpasan G 30 S/PKI dimulai tanggal 1 Oktober 1965.
Oleh karena negara dalam keadaan gawat, Panglima Kostrad Mayjen Soeharto segera
mengambilalih pimpinan Angkatan Darat dan melakukan koordinasi penumpasan G 30
S/PKI.
Pada
tanggal 2 Oktober 1965, operasi penumpasan di arahkan ke pangkalan Halim
Perdana Kusuma yang merupakan basis utama PKI. Pangkalan tersebut akhirnya
berhasil dikuasai oleh pasukan RPKAD dan Batalyon 328 dalam waktu singkat.
Operasi penumpasan selanjutnya berhasil menguasai daerah Lubang Buaya dan
sekitarnya yang menjadi pusat latihan Pemuda Rakyat dan Gerwani. Dengan
dikuasainya kembali kota Jakarta, usaha perebutan yang dilakukan yang dilakukan
oleh G 30 S/PKI dapat digagalkan.
Operasi
penumpasan G 30 S/PKI juga dilakukan di daerah, antara lain operasi penumpasan
G 30 S/PKI di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangdam
VII/Diponegoro Brigjen Suryosumpeno. Hal tersebut dilakukan karena G 30 S/PKI
telah melakukan pemberontakan di Yogyakarta yang telah menculik dan membunuh
Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono.[3][3]
5.
Pemberontakan DI/TII
Gerakan
DI/TII di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan dipimpin oleh Amir Fatah yang
didirikan pada tanggal 23 Agustus 1949 dengan tujuan mendirikan Negara Islam
Indonesia yang bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat. Sementara itu di darah
Kebumen juga muncul gerakan yang bernama Angkatan Umat Islam yang dipimpin oleh
Kyai Somalangu. Untuk menukpas gerakan DI/TII di Jawa Tengah, pemerintah Indonesia
melancarkan operasi militer Gerakan Banteng Negara dengan pasukannya yang
bernama Banteng Raiders yang pada akhirnya berhasil menghancurkan gerakan
DI/TII di Jawa Tengah.[4][4]
6.
Gerakan Tritura di Solo, pada bulan Januari 1966.
Usaha
penumpasan G 30 S/PKI menunjukkan hasil yang memuaskan, kerjasama ABRI dan rakyat telah berhasil melumpuhkan
PKI. Akan tatapi secara politik PKI masih ada sebab PKI masih berdiri sebagai
organisasi politik. Hal ini disebabkan Presiden Soekarno belum mengambil
tindakan tegas untuk membubarkan PKI meskipun rakyat menghendaki presiden
bertindak tegas terhadap PKI.
Dalam
upaya menggalang massa menuntut pertanggungjawaban PKI, para mahasiswa
membentuk organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25
Oktober 1965. Pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi yang
tergabung dalam front Pancasila mendatangi DPRGR dan mengajukan tiga tuntutan
yang terkenal dengan Tri Tuntutan Rakyat.
Isi
Tritura adalah :
a. Bubarkan
PKI.
b. Bersihakan
Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI.
B. Bentuk-bentuk Perjuangan Melalui Jalur Perundingan
1.
Perundingan antara Indonesia dan Belanda dengan ketua dari Inggris Loro
Rillearen di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946.
2.
Perundingan dan pendatanganan naskah persetujuan Linggarjati di Istana
Riswijk (sekarang Istana Merdeka) pada tanggal 25 Maret 1947. Tugu batas status
Quo menurut hasil perundingan Renville pada tanggal 8 Desember 1947 di Desa
Karang Anyar Banjarnegara.
Kedatangan pasukan sekutu yang diboncengi oleh NICA ternyata mendapat
perlawanan yang hebat dari rakyat Indonesia. Perlawanan yang gigih dari rakyat
Indonesia tersebut mendorong Inggris untuk mengambil kesimpulan bahwa sengketa
antara Indonesia dan Belanda tidak mungkin diselesaikan dengan perang. Untuk
itulah Inggris berusaha mempertemukan antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda untuk duduk bersama di meja perundingan.
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya pada tanggal 10
November 1946 dilakukan perundingan antara pihak Indonesia dan Belanda.
Perundingan tersebut berlangsung di daerah yang berada di Kabupaten Kuningan,
sebelah selatan Kabupaten Cirebon. Dalam perundingan tersebut, delegasi
Indonesia dipimpin oleh Pedana Menteri Sutan Sahrir, sedangkan Belanda dipimpin
oleh Van Mook. Adapun isi perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut:
a)
Belanda mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura, Sumatera
b)
Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda bersama-sama membentuk negara
pederasi bernama Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas : Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Kalimantan, dan
c)
Negara Indonesia Serikat dan Belanda merupakan suatu uni yang dinamakan Uni
Indonesia-Belanda yang yang diketahui oleh ratu Belanda.
Atas dukungan komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pemerintah Republik
Indonesia menyetujui isi Perjanjian Linggarjati. Akhirnya pada tanggal 25 Maret
1947, secara resmi dilakukan pendatanganan isi Perjanjian Linggarjati oleh
pemerintah Republik Indonesia dan Belanda.
3.
Perundingan di atas kapal Renville di teluk Jakarta pada tanggal 8 Desember
1947.
Komisi konsuler diperkuat pula oleh personil militer Amerika Serikat dan
Perancis yang bertindak sebagai peninjau militer. Mereka melaporkan kepada
Dewan Keamanan PBB bahwa tanggal 30 Juli 1947-4 Agustus 1947 pasukan Belanda
masih mengadakan gerakan militer. Akhirnya pihak Amerika Serikat mengusulkan
agar dibentuk sebuah komisi jasa baik. Indonesia dan Belanda diberi kesempatan
untuk menunjuk satu negara sebagai wakil untuk menjadi anggota komisi.
Pemerintah Indonesia memilih Australia, sedangkan Belanda memilih Belgia.
Selanjutnya kedua negara yang terpilih tersebut memilih Amerika Serikat
sebagai penengah. Australia diwakili ole Richard Kirby, Belgia diwakli oleh
Paul van Zeeland, sedangkan Amerika Serikat diwakili leh Dr.Frank Graham.
Komisi PBB yang terdiri dari tiga negara ini akhirnya lebih dikenal dengan
sebutan Komisi Tiga Negara (KTN).
KTN mulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. Setelah mengadakan
pendekatan dengan pihak Indonesia dan Belanda, akhirnya disetujui untuk
mengadakan perundingan. Perundingan tersebut dilaksanakan di atas geladak kapal
USS Renville sejak 8 Desember 1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir
Syarifuddi hdan Mr. Ali Sastroamijoyo. Sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R.
Abdul Kadir Wijoyoatmojo dan Mr. H.A.L Van Vredenburg. Adapun hasil perjanjian
Renville adalah:
a)
Belanda hanya mengakui daerah Republik Indonesia atas Jawa Tengah,
Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Barat, dan Sumatera, dan
b)
Tentara Republik Indonesia harus ditarik mundur daerah-daerah yang telah
diduduki Belanda.
Akhirnya hasil perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Republik
Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geledak kapal USS
Renville. [6][6]
4.
Perundingan antar KTN dengan RI di Kaliurang pada tanggal 3 Januari 1948.
Agresi Militer Belanda yang pertama ini menimbulkan reaksi yang keras dari
dunia internasional, antara lain dari India dan Australia. Kedua negara
tersebut mendesak agar masalah ini dibahas dalam Dewan Keamanan PBB, PBB
kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda secara damai. KTN terdiri atas Australia (pilihan Indonesia)
yang diwakili Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) yang diwakili Paul van
Zeeland, dan Amerika Serikat (pilihan Australia dan Belgia) yang diwakili Frank
Graham.
Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk memulai tugasnya
dengan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap Indonesia dan Belanda.
Keberhasilan ini terwujud dengan diselenggarakannya perundingan Renvile antara
Indonesia dan Belanda tanggal 8 Desember 1947-17 Januari 1948. Perundingan
Renvile ini menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda I.[7][7]
5.
Penyerahan anggota TKR yang ditawan Belanda kepada RI di daerah Jawa Timur
pada bulan Juni 1946.
C. Monumen-monumen Yang Didirikan Untuk Mengenang Perjuangan Rakyat Indonesia
dalam Mempertahankan Kedaulatan Bangsa
1.
Monumen penyerahan bendera Parajamya Purnakarya Nugraha dari presiden
Soeharto kepada gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam 1980.s
2.
Monumen perjuangan , Ds. Jangkungan, kec. Salatiga, kab. Salatiga.
3.
Monumen perjuangan, Ds. Gubug, Gubug, Grobogan.
4.
Monumen Tugu Muda, Ds. Bulu Lor, Semarang Barat, Semarang
5.
Monumen perjuangan Lomanis, di Lomanis, Cilacap, Cilacap.
6.
Monumen pencegahan Belanda di tepi Srayu daerah Banjarnegara.
7.
Monumen Palagan Ambarawa, di Ambarawa
IV. ANALISIS
Peeristiwa-peristiwa perjuangan yang digambarkan dalam Museum Ronggowarsito
mayoritas adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di Jawa Tengah. Hal ini
mungkin bisa dimaklumi, karena Museum Ronggowarsito memang didirikan di
Semarang, Jawa Tengah, sehingga seluk-beluk tentang Jawa Tengah lebih banyak
tergambarkan dalam koleksi-koleksi di Museum Ronggowarsito ini.
Dalam peristiwa-peristiwa tersebut, dapat kita ketahui walaupun Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia sudah dikumandangkan oleh Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia masih
belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan datangnya Belanda dan sekutunya ke tanah Ibu Pertiwi dan
mengadakan agresi militer untuk kembali menguasai tanah Nusantara yang kaya
akan sumber daya alam. Rakyat Indonesia yang tidak terima tanah airnya kembali
diinjak-injak oleh para penjajah melakukan perlawanan dengan mengadakan
perlawanan-perlawanan di berbagai daerah, termasuk daerah-daerah di Jawa
Tengah, seperti Semarang dan Ambarawa.
Tidak hanya lewat perjuangan bersenjata, Indonesia juga mengupayakan
perjuangan lewat jalur diplomasi. Beberapa perundingan diadakan demi
mempertahankan kedaulatan Indonesia, namun hasilnya banyak yang lebih merugikan
Indonesia.
Sebenarnya, bila kita lihat di era sekarang ini, Indonesia jug masih belum
bisa dikatakan sebagai sebuah negara yang “benar-benar” merdeka. Walaupun tidak
seganas dan segarang penjajah di masa lalu, kita dapat merasakan bagaimana
aset-aset penting negara kita dikuasai bangsa-bangsa asing. Perlahan tapi
pasti, Indonesia “kehilangan” sumber daya alamnya sendiri karena “dibodohi”
oleh bangsa-bangsa asing.
Salah satu contoh nyata adalah tergerusnya budaya Jawa oleh budaya
kebarat-baratan yang dianggap lebih modern, keren, dan gaul. Padahal, dapat
kita lihat sendiri, mayoritas buadaya barat tidak cocok dengan kepribadian
masyarakat Jawa sesungguhnya, bahkan bagi orang Jawa, budaya mereka cenderung
“tidak memiliki moral”. Sebagai orang Jawa, tentu kita juga harus melakukan
perlawanan terhadap penjajahan budaya tersebut layaknya rakyat Indonesia dahulu
yang mengusir para penjajah demi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
Tentu untuk melawannya bukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh para
pendahulu kita dengan berperang angkat senjata dan melkukan perundingan-perundingan.
Yang perlu kita lakukan untuk tetap mempertahankan “kedaulatan” budaya Jawa di
tanah Jawa tentu dimulai dari pribadi masing-masing. Kita haus mulai sadar kita
memiliki budaya yang penuh akan filosofi dan patut untuk dijadikan sebagai
pedoman hidup sehari-hari. Apa yang kita dapatkan dari budaya-budaya barat
belum tentu cocok untuk kita dan lingkungan kita, bahkan cenderung merusak
moral kita yang telah susah payah dibentuk oleh leluhur-leluhur kita. Semua
tergantung dari kita sendiri. Jika para pendahulu kita bisa mempertahankan
kedaulatan NKRI yang pernah diacak-acak oleh para penjajah, mengapa kita tidak
bisa mempertahankan “kedaulatan” budaya kita di tanah kita sendiri dari
“penjajahan” yang tidak sekejam dan seganas penjajahan di masa lalu?
V. KESIMPULAN
Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, rakyat Indonesia masih belum dapat menikmati kemerdekaan yang
hakiki. Banyak agresi-agresi dan pemberontakan yang terjadi dn hampir
menggoyahkan kedaulatan NKRI. Namun, dengan gagah berani rakyat Indonesia yang
tidak mau merasakan ketertindasan untuk kesekian kalinya melakukan
perlawanan-perlawanan agar benar-benar dapat merasakan apa yang namanya
kemerdekaan. Perlawanan-perlawanan tersebut dilakukan melalui dua jalur, yaitu
jalur perang dan jalur diplomasi.
Untuk mengenang jasa-jasa rakyat Indonesia di masa lalu yang telah berjuang
mempertahankan kedaulatan NKRI, pemerintah Indonesia mendirikan beberapa
monumen perjuangan di beberapa daerah. Monumen-monumen tersebut, diantaranya
seperti Monumen Palagan Ambarawa dan Tugu Muda, di Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar