1.1 Latar
Belakang Konflik Indonesia – Belanda
Menyerahnya
Jepang kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membawa hikmah yang sangat
besar kepada perkembangan bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara yanag
berdaulat. “Vacuum of Power”, yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi di
Indonesia dapat dimanfaatkan oleh para “Founding fathers” untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan dilanjutkan
dengan upaya melengkapi kelengkapan Negara melalui sidang PPKI tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945. Maka
lengkap dan sah lah Indonesia sebagai sebuah Negara berdaulat dengan nama
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai
peristiwa telah terjadi di Indonesia setelah Soekarno Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI. Di daerah daerah muncul berbagai peristiwa spontan dan heorik
sebagai bentuk dukungan terhadap proklamasi, seperti :
1) Surat Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (5 September
1945)
Berisi tentang pernyataan resmi Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, bahwa Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat menyatakan
diri bergabung dengan RI sebagai daerah Istimewa.
“(Catatan
Penting : bahwa Keraton Yogyakarta tidak
pernah dijajah oleh Hindia Belanda, sehingga ketika Indonesia merdeka
Yogyakarta adalah Negara/kerajaan mandiri. Karena menurut perjanjian
internasional tahun 1896 wilayah Indonesia adalah Bekas Hindia Belanda)”.
Dengan pernyataan ini secara resmi
Yogyakarta menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republic Indonesia.
2) Rapat Raksasa di Lap. Ikada (19 September 1945)
3) Insiden Bendera di Hotel Yamato (19 September 1945)
4) Pertempuran lima hari di Semarang
5) Dsb (materi ini dibahas di kelas 8)
Sebagai
pemenang Perang Dunia II, tetap berusaha untuk masuk ke Indonesia. Pasukan
Sekutu yang diwakili oleh AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies =
Pasukan Sekutu dari Divisi Inggris) mendarat di Tanjung Priok pada tanggal 29
September 1945 dibawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christisson.
Kedatangan pasukan AFNEI ini pada awalnya disambut dengan hangat oleh
pemerintah RI, karena mereka mengemban tugas untuk :
1. melucuti sejata pasukan Jepang dan memulangkan tentara
Jepang ke negaranya
2. membebaskan tawanan perang
3. mengadili dan menjatuhkan hukuman kepada para penjahat
aperang
Di Indonesia
pasukan AFNEI dibagi dalam 3 divisi, yaitu :
1) Divisi India ke 23 ditempatkan di Jawa Barat, dipimpin
oleh Mayjend. DC. Hawthorn
2) Divisi India ke 5 di tempatkan di Jawa Timur, dipimpin oleh
Mayjend EC Mansergh
3) Divisi India ke 26 ditempatkan di Sumatera, dipimpin oleh
Mayjend HM Chambers
Situasi
berubah menjadi kecurigaan setelah bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan
pasukan AFNEI diboncengi oleh NICA (Nederlands Indische Civil Administratie)
dibawah komando Mayjend HJ Van Mook dan Mayjend Van der Plass. Kedatangan NICA
ini menimbulkan kecurigaan bahwa Belanda akan mengambil kembali kekuasaannya di
Indonesia. Kecurigaan tersebut semakin tampak setelah NICA mempersenjatai
kembali KNIL (Pasukan Belanda di Indonesia) yang telah dibebaskan dari tawanan
Jepang. Pasukan NICA mulai memancing perselisihan di berbagai daerah dengan
tindakan yang provokatif, sehingga menimbulkan insiden-insiden pertempuran
dengan para pejuang RI. Contoh konkrit tindakan provokatif NICA adalah :
Insiden Bendera di Hotel Yamato Surabaya pada tanggal 19 September 1945.
![]()
1.2
|
![]() |
Dua peristiwa yang terjadi secara
bersamaan pada tanggal 19 September 1945 :
1. Sebelah kiri : insiden bendera di Hotel Yamato
Surabaya
2. Sebelah
kanan : suasana rapat raksasa (Komite Van Aksi) di lap. Ikada Jakarta
|
1.2 Perjuangan
Rakyat dan Pemerintah di Berbagai Daerah Dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
Indoneisa
- Peristiwa Heroik di Surabaya (10 Nopember 1945)
Pasukan Sekutu mulai memasuki kota
Surabaya pada tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Mayor Jenderal AWS
Mallaby. Mereka langsung menyerbu penjara republic untuk membebaskan tenatara
sekutu dari tawanan para pejuang RI. Tindakan profokatif ini memancing
insiden-insiden kecil, dan mencapai puncaknya dengan tewasnya Mallaby dalam
insiden pertempuran di Jembatan Merah. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh
sekutu untuk mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya “ …………..para
pemimpin dan orang orang Indoneisa yang bersenjata harus melapor dan
menyerahkan senjatanya ditempat-tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya,
menyerahkan diri dengan mengangkat tangan keaatas, dengan batas waktu tanggal
10 Nopember 1945 jam 06.00 pagi. Bila tidak, Saurabaya akan digempur dari
darat, laut dan udara….”
Ultimatum in tidak dihiraukan oleh
para pejuang Surabaya. Bung Tomo, dengan pidatonya yang berkobar-kobar dari RRI
Stasiun Surabaya membakar semanagat juang rakyat Surabaya menentang kembalinya
Sekutu dan Belanda.
Maka pada tanggal 10 Nopember 1945
terbuktilah ancaman dari Sekutu untuk mebombardir Saurabaya dari darat, laut
dan udara. Pertempuran yang tidak seimbangpun terjadi. Sekutu dengan peralatan
dan mesin tempur yang canggih, sedangkan para pejuang RI dengan senjata
seadanya hasil rampasan dari Jepang.
![]() |
“Sang Orator Bung Tomo” ; pembakar semangat juang dan pemimpin pertempuran 10
Nopember 1945 di Surabaya. Beliau gugur dalam peristiwa yang sangat dahsyat
itu. (Para veteran Sekutu mengatakan bahwa peristiwa 10 Nop. 1945 di Surabaya
sebagai Inferno / neraka, yang kedahsyatan perangnya lebih mengerikan
dibandingkan perang dunia II)
Sumber : 30 Th. Indonesia Merdeka
|
Pasukan BKR dari berbagai daerah di
Indonesia berdatangan masuk ke Surabaya untuk bertempur bersama-sama rakyat
Surabaya melawan Sekutu. Pertempuran baru berakhir tanggal 14 Desember 1945.
- Palagan Ambarawa (12 – 15 Desember 1945)
Peristiwa ini
bermula dari kedatnagan tentara Sekutu dibawah pimpinan Brigjend. Bethel di
Semarang. Tujuan semula poasukan ini adalah mengurus tawanan perang Jepang.
Namun NICA kemudian mempersenjatai para bekas tawanan ini untuk membuat
kekacauan di Kota Magelang dan Ambarawa. Pertempuran sudah dimulai sejak 20
Nopember 1945. Pertempuran mencapai puncaknya pada tanggal 12 – 15 Desember
1945 dibawah komando kolonel Sudirman. Dengan strategi peperangan yang brillian
dari Kolonel Sudirman, pasukan BKR berhasil memukul mundur pasukan Sekutu dari
Semarang. Karena jasanya inilah Kolonel Sudirman kemudian diangkat sebagai
Panglima TKR (menggantikan Syudancho Supriyadi yang tidak pernah muncul) dengan
pangkat baru Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Peristiwa ini
diperingati sebagai hari infanteri setiap tanggal 15 Desember.
- Bandung lautan Api (24 Maret 1946)
Peristiwa ini bermula dari tindakan
Sekutu yang memerintahkan para pejuang RI
di Bandung untuk menyerahkan senjata rampasan dari Jepang. Pertempuran
pun pecah, dan mengakibatkan Kota Bandung terbagi menjadi dua dengan batas
demarkasi jalan/rel kereta api yang membelah kota Bandung. Bandung Utara
berhasil dikuasai Sekutu, sedangkan Bandung Selatan dikuasai TKR.
Berdasarkan Saurat Perintah Perdana
Menteri Amir Syarifudin pada tanggal 20 Nopember 1945, antara pasukan Sekutu
dan TKR harus mengadakan genjatan senjata /menghentikan tembak menembak.
Pada tanggal 23 Maret 1946 Sekutu
mengeluarkan ultimatum kepada para
pejuang RI untuk mengosongkan kota Bandung . Akibatnya pertempuran pun kembali
menghebat. Pada saat itu datang dua buah surat perintah yang isinya
membingungkan, yaitu :
1) Dari perdana Menteri Amir Syarifudin
Bahwa para pejuang / pasukan RI
harus mundur dari kota Bandung sesuai
dengan perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu yanag saat itu sedang
berlangsung di Jakarta.
2) Dari Panglima TKR (Jenderal Sudirman)
Bahwa para pejuang/pasukan RI harus
mempertahankan Kota bandung sampai titik darah penghabisan.
Menghadapi dua perintah yang berbeda
ini, akhirnya pada tanggal 24 Maret 1946 pasukan RI mengambil sikap untuk
mundur dari kota Bandung dengan cara membumi hanguskan kota Bandung, supaya
semua fasilitas yang ada tidak dapat dipergunakan oleh Sekutu. Maka terjadilah
apa yang disebut dengan Bandung Lautan Api.
- Medan Area (10 Dember 1945)
Pasukan Sekutu memasuki Kota Medan
dibawah pimpin Brigadir Jenderal Ted Kelly, didahului oleh pasukan komando
pimpinan Kapten Westerling
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Sekutu
mengeluarkan ultimatum yang isinya :
1) melarang rakyat membawa senjata
2) semua senjata harus diserahkan kepada pasukan Sekutu
Karena ultimatumnya tidak dihiraukan
oleh rakyat Medan, Pasukan Sekutu mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota
Medan dan sekitarnya. Serangan Sekutu ini dihadapi dengan gagah berani oleh
pejuang RI dibawah koordinasi kolonel Ahmad Tahir
- Puputan Margarana di Bali (18 Desember 1946)
Dalam bahasa bali, Puputan berarti
perang sampai titik darah penghabisan. Peristiwa inilah yang terjadi di desa
Margarana, Tabanan Bali pada tanggal 18 Desember 1946. Pasukan Ciung Wanara
pimpinan Kolonel I Gusti Ngurah Rai dengan semangat puputan menyerbu tangsi /
markas NICA di Tabanan untuk menggagalkan pembentukan Negara Indonesia Timur dalam
Konferensi Denpasar yang saat itu sedang berlangsung. I Gusti Ngurah Rai dan
seluruh anggota pasukannya gugur dalam pertempuran tersebut.
- Peristiwa 11 Nopember 1946 di Sulawesi Selatan
Pada saat Belanda (Mayjend Van Mook)
sedang mengadakan Konferensi Denpasar dalam rangka pembentukan negara Indonesia
Timur dan negara-negara boneka lainnya, pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda
mengumumkan bahwa Sulawesi berada dalam status darurat perang dan hukum militer
(akibat dari penolakan rakyat terhadap rencana (pembentukan Negara Indonesia
Timur). Rakyat Sulawesi Selatan yang diangap menolak atau tidak
setuju/menentang rencana tersebut dibantai habis oleh pasukan Belanda pimpinan
Raymond Westerling yang mengakibatkan lebih dari 40.000 jiwa rakyat Sulawesi
meninggal.
Robert Wolter Monginsidi dan Andi
Matalatta yang memimpin pasukan untuk melawan kebiadaban Belanda akhirnya
tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar